Sabtu, 12 Juli 2008

TUGAS BIOREMEDIASI

TUGAS MATA KULIAH BIOREMEDIASI

Bioremediation of Total Organic Carbon (TOC) in Integrated Aquaculture System by Marine Sponge”

Oleh:

Aris Hantoro

K2D 005 218



IDENTIFIKASI MASALAH

Dalam satu dekade terakhir, produksi perikanan dari sektor akuakultur mengalami peningkatan sedangkan produksi perikanan hasil penangkapan (captured fishery) cenderung stagnan bahkan mengalami penurunan (Anonim, 2004) Manajemen kualitas air sangat mutlak diperlukan dalam budidaya. Saat ini, kualitas air untuk budidaya semakin memburuk karena tingginya tingkat pencemaran. Industri pertambakan atau aquaculture pun sekarang mulai mendapat sorotan dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan karena pengunaan pestisida dan bahan-bahan kimia lainnya yang sangat berlebihan pada industri pertambakan atau aquaculture.

Menurut beberapa penelitian, setiap organisme kali operasional tambak kurang lebih 70% bahan organik terakumulasi di dasar tambak.(Anomius , 1995 ), sehingga akumulasi bahan organik berbanding lurus dengan lama waktu budidaya. Menurut Liao et al (1985 ) limbah internal ini menyebabkan kerusakan sedimen dan kualitas air yang rendah. Upaya petani tambak untuk menanggulangi akumulasi bahan organik belum mampu untuk menanggulangi masalah kerusakan tanah akibat akumulasi bahan organik yang berasal dari limbah internal tambak.

Pendekatan Pemecahan Masalah

Teknologi untuk mengolah berbagai polutan dengan menggunakan bahan-bahan kimia masih sangat mahal. Upaya pengolahan limbah B3 baik di darat (tanah dan air tanah) ataupun di laut telah banyak dilakukan dengan menggunakan tehnik ataupun metoda konvensional dalam mengatasi pencemaran seperti dengan cara membakar (incinerasi), menimbun (landfill), menginjeksikan kembali sludge keformas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah (solidification). Teknologi teknologi ini dianggap tidak efektif dari segi biaya (cost effective technology), waktu (time consuming) dan juga keamanan (risk).

Bioremediasi dapat dikatakan sebagai proses yang menggunakan mikroorganisme, fungi, tanaman hijau atau enzyme yang digunakan untuk mengembalikan kondisi suatu lingkungan yang telah tercemar kepada kondisi semula. (http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation).

Proses bioremediasi ini dapat dilakukan secara bioaugmentasi yaitu penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisma baik yang alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered strains), dan biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalu penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisma atau menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisma tumbuh dan beraktivitas lebih baik (Irianto, 2001).

Penggunaan sistem bioremedasi sendiri disebabkan berbagai keuntungan yang bisa diperolah seperti relative aman karena menggunakan organisme. Bioremediasi sendiri bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).

Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :

  • stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb

  • inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus

  • penerapan immobilized enzymes

  • penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar. (http://Pencemaran Lingkungan online.com//)

Konsep Teoritis

Spons (Porifera) merupakan hewan multiseluler yang paling primitif. Hewan ini hidup menetap di dasar perairan. Bergquist (1978) mengatakan bahwa sebagian besar spons mengambil makanan dengan cara menyaring bahan organik yang terdapat di air. Hampir 99% spons hidup di perairan laut.

Spons laut memiliki potensi bioaktif yang sangat besar. Selama 50 tahun terakhir telah banyak kandungan bioaktif yang telah ditemukan. Kandungan bioaktif tersebut dikelompokan beberapa kelompok besar yaitu antiflammantory, antitumor, immunosuppessive, antivirus, antimalaria, antibiotik, dan antifouling (Sipkema et al,. 2004).

Sumber senyawa bioaktif

Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk mengusir predator (Uriz et al.,1996a; Pawlik et al., 2002), kompetisi dengan hewan sesil lain (Porter andTargett, 1988; Davis et al., 1991; Becerro et al., 1997) dan untuk berkomunikasi dan melidungi diri dari infeksi. Zhang et al., 2003 menyatakan bahwa lebih dari 10 % spons memiliki aktifitas citotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan.

Beberapa jenis spons yang telah diketahui kandungan bioaktifnya

Species

Ordo

Immunosuppressive


Agelas oroides

Agelasida

Dysidea sp.

Dendroceratida

Xestosponga berquistia

Haplosclerida

Blood related disease


Eryltus formosus

Astrophorida

Halichondria okadai

Halichondrida

Callyspongia truncata

Haplosclerida

Neurosupressive and muscles relaxan

Agelas sp.

Agelasida

Penares sp.

Astrophorida

Xetospongia sp.

Haplosclerida

Antivirus


Agelas sp.

Agelasida

Penares sp.

Astrophorida

Dysidea herbacea

Dendroceratida

Tedania digitata

Poecilosclerida

Antimalaria


Acanthella sp.

Halichondrida

Haliclona sp.

Haplosclerida

Diacarnus levii

Poecilosclerida

Antifouling


Erylus formosus

Astrophorida

Lendenfeldia chondrodes

Dictyoceratida

Acanthella cavernosa

Halichondrida

Pseudoceratina purpurea

Verongida

Antiinflammantory


Jaspis splendens

Astrophorida

Dysidea sp.

Dendroceratida

Petrosaspongia nigra

Dictyoceratida

Antibakteri and antifungi


Discodermia kiiensis

Lithistida

Topsentia sp.

Halichondrida

Anti tumor


Aaptos aaptos

Hadromerida

Auletta sp.

Halichondrida

Xestospongia cf carbonaria

Haplosclerida

Callyspongia truncata

Haplosclerida

Sumber: modifikasi dari Sipkema et al.,2005


Penggunaan spons sebagai senyawa obat-obatan sudah berlangsung sejak lama. Sejarawan Romawi mengatakan Para tabib di Alexandria menggunakan sponge yang dicampurkan dengan bahan beberapa tanaman untuk bahan anastesi (Hofrichter and Sidri, 2001 dalam Sipkema et al, 2005). Pada saat ini Stodal (Gambar ) sirup yang digunakan di barat untuk pengobatan penyakit asma, mengandung Spongia officinalis. (Stodal, 2003 ). Pada spons juga telah ditemukan berbagai senyawa yang dapat digunakan sebagai campuran obat seperti senyawa antitumor, antivirus, antibakteri, antijamur, antifouling, antimalaria dan lain-lain.

Pada spons terdapat populasi mikroorganisme simbiotik. (Lee et al., 2001;Richelle-Maurer et al., 2003). Simbion tersebut seperti archaea bakteria, sianobakteri, dan mikroalgae. Mikrooranisme tersebut merupakan sumber metabolit sekunder (Bewley and Faulkner, 1998; Lee et al., 2001; Proksch et al., 2002). Sebagai contoh, antibiotik polybrominated biphenyl ether yang diisolasi dari Dysidea herbacea sebenarnya dihasilkan oleh endosimbiotik sianobakterium. Fungi yang berasosiasi dengan spons diketahui pula menghasilkan senyawa bioaktif (Holler et al., 2000).

Bioindikator

Spons jenis Crambe crambe dapat digunakan sebagai biomonitor untuk kontaminasi polutan di perairan. Spons jenis ini dapat mengakumulasi tembaga, timbal dan vanadium didalam jaringannya. Selain itu, pengaruh kandungan polutan juga dapat dilihat dengan adanya respon pada pertumbuhan, fekunditas dan tingkat kelangsungan hidup spons tersebut (Cebrian et al.,2003).

Petrosia tertudinaria digunakan sebagai biomarker untuk mendeteksi kandungan logam berat daerah perairan pantai (0,5-1 km) dan lepas pantai (5-7 km) di teluk Mannar, India. Dari hasil penelitian tersebut diketahui dari sponge yang diambil dari daerah periran pantai mengandung konsentrasi logam berat lebih besar dari pada lepas pantai. Konsentrasi logam berat di daerah perairan pantai lebih besar 0,13 sampai 64 kali lebih besar dari pada perairan lepas pantai (Rao et al., 2006). Suberites domuncula dapat juga digunakan sebagai biomarker bagi kondisi lingkungan yang mengalami terkanan oleh cadmium dan bakteri (Wagner et al.,1998)

Hal diatas inilah yang mendasari penggunaan sponge untuk bioremidiasi, seperti yang telah diketahui bahwa spons Spons jenis Crambe crambe dapat digunakan sebagai biomonitor untuk kontaminasi polutan di perairan. Spons jenis ini dapat mengakumulasi tembaga, timbal dan vanadium didalam jaringannya. Selain itu, pengaruh kandungan polutan juga dapat dilihat dengan adanya respon pada pertumbuhan, fekunditas dan tingkat kelangsungan hidup spons tersebut (Wagner et al.,1998).

Pencemaran Pada Sistem Budidaya Tambak

  1. Residu Antibiotik dan Pestisida

Penggunaan antibiotika dan pestisida cenderung tidak baik dan hanya berefek jangka pendek. Penggunaan kedua bahan ini akan meninggalkan residu yang akan terendapkan di sedimen pada budidaya budidaya tambak. Residu antibiotik akan tetap berada pada produk hewan hingga jangka waktu tertentu dan menyebabkan tekanan selektif pada mikroorganisme, memacu munculnya resistensi pada beragam bakteri dan memungkinkan transfer gen-gen resisten ke bakteri lainnya. Pada sedimen, residu dapat merubaha komposisi kimai tanah, akan terjadi perubahan sifat organik dan organik dari sedimen.

Residu antibiotik dan pestisida tidak selalu datang dari aktivitas akuakultur tetapi dapat berasal dari luar lingkungan akuakultur. Antibiotik dapat berasal dari aktivitas pengendalian penyakit yang tidak terkendali akibat kurangnya pemahaman, atau pelaksanaan yang tidak bertanggung jawab. Pencemaran sulit dihindari karena hingga saat ini tertib peruntukan lahan atau zonasi kegiatan ekonomi, penanganan limbah dan kesadaran masyarakat akan pentingnya mempertahankan kualitas sumber daya perairan masih relatif rendah

  1. Akumulasi Bahan Organik

Pada budidaya budidaya tambak sering terjadi akumulasi material organik yang akan mengalami transformasi menjadi amonia. Adanya amonia yang terdapat di budidaya budidaya tambak akan sangat mengganggu kehidupan udang atau komoditas yang dibudidayakan. Reaksi antara oksidasi amonia menjadi nitrat dalam nitrifikasi adalah terbentuknya nitrit. Adanya nitrit yang tinggi juga mengganggu kehidupan udang maupun mikroorganisme lainnya. Telah dilakukan penelitian secara laboratoris untuk melihat aktifitas maupun populasi bakteri pelaku nitrifikasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi reduktif budidaya budidaya tambak tidak mematikan bakteri pelaku nitrifikasi, pertumbuhan bakteri pelaku nitrifikasi dapat berlangsung secara cepat pada medium dan kondisi lingkungan yang mencukupi, jumlah bakteri heterotrop yang tinggi tenyata tidak diikuti oleh aktivitas yang tinggi dalam melakukan proses nitritasi maupun nitratasi dan proses nitrifikasi budidaya budidaya tambak didominasi oleh aktifitas kelompok bakteri autotrof Pada tingkat pencemaran yang rendah pada danau atau aliran sungai, permasalahan pakan dapat diatasi secara alami melalui proses yang dikenal sebagai pulih diri (self purification).

Pada proses pulih diri, cemaran organik akan mengalami biodegradasi oleh flora mikroorganisme pada perairan tersebut dan setelah waktu tertentu kondisi perairan pulih seperti semula. Jika kuantitas pencemar dalam badan air cukup tinggi, proses pulih diri tidak dapat berlangsung sempurna, perairan mungkin akan menjadi kekurangan oksigen (anoksik) dan mati akibat tidak ada hewan atau tumbuhan air yang mampu hidup di dalamnya. Pada kasus dimana kuantitas cemaran materi organik tinggi maka dapat dilakukan proses bioaugmentasi dan/atau biostimulasi. ( Irianto,2007)

PROSEDUR APLIKASI DAN PENGEMBANGAN PENGGUNAAN SPONGE DALAM SISTEM BIOREMEDIASI USAHA PERBAIKAN BUDIDAYA TAMBAK

Bioremediasi merupakan sistem pengembalian kondisi lingkungan yang sudah tercemar kembali pada kondisi awal. Teknik bioremediasi ini pada budidaya tambak dengan sponge untuk menormalkan kembali kondisi budidaya tambak yang telah rusak akibat bakteri yang terdapat dalam tambak tersebut yang dapat menimbulkan penyakit pada organisme budidaya serta dapat menghilangkan TOC (total Organik Carbon) dalam system budidaya.

Pada spons terdapat populasi mikroorganisme simbiotik. (Lee et al., 2001; Richelle-Maurer et al., 2003). Simbion tersebut seperti archaea bakteria, sianobakteri, dan mikroalgae. Dalam usaha melakukan remediasi pada organisme tambak dengan sponge, perlu dilakukan analisa menyeluruh akan kandungan berbagai bahan organik dan anorganik yang terdapat pada lingkungan tambak (Subagyo, 2008).

Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan jenis sponge yang bisa digunakan dalam melakukan remediasi. Langkah awal dalam penentuan jenis bakteri ini adalah dengan mencari sponge yang cocok untuk dapat melakukan remedisi terhadap sitem budidaya tambak. Dari berbagai jenis sponge yang didapatkan, selanjutnya dapat ditentukan suatu sponge tertentu. sponge ini yang akan diaplikasikan secara langsung ke lingkungan tambak. Spons memiliki kemampuan menyaring 80% kandungan partikel terlarut di perairan. Kemampuan ini menjadi salah satu pertimbangan untuk menggunakan sponge sebagai pengumpul mikroorganisme polutan (Claus et al., 1967. Sponge Chondrilla nucula dapat mengakumulasi bakteri dalam jumlah besar. Koloni dengan ukuran satu meter persegi dapat menyaring 14 liter per jam air laut dengan kandungan 7-10 pangkat 10 sel bakteri perjam(Milanese et al., 2003).

Penelitian oleh Stabili etal.,2006,menyatakan sponge Spongia officinalis var. adriatica (Schmidt) dapat menyaring bacterioplankton. Spons memanfaatkan bakteri sebagai sumber makanan. Konsentrasi bakteri mengalami penurunan yang signifikan, setelah 2 jam percobaan. Biomassa bakteri ngemalami penurunan dari 11.771.4 mgCL menjadi 0.009 mgCl. Hal ini yang menjadi pertimbangan bahwa spons dapat digunakan untuk bioremidiasi.


KESIMPULAN

  1. Bioremediasi merupakan sistem pengembalian kondisi lingkungan yang sudah tercemar kembali pada kondisi awal dengen menggunakan agensia biologi.

  2. Sponge dapat digunakan untuk menghilangkan TOC dalam system budidaya tambak.


DAFTAR PUSTAKA

Bioremediation. http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation

Diaz, M. C., and B. B. Ward. 1997. Sponge-mediated nitrification in tropicalb benthic communities. Mar. Ecol. Prog. Ser. 156:97–107.

Milanese, M., E. Chelossi, R. Manconi, A. Sara, M. Sidri, and R. Pronzato. 2003. The marine sponge Chondrilla nucula Schmidt, 1862 as an elective candidate for bioremediation in integrated aquaculture. Biomol. Eng. 20: 363–368.

Rusmana, Iman dan Tri Widiyanto 2006 Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Nitrat Disimilatif Dan Nitrifikasi Sebagai Agens Bioremediasi Untuk Mengontrol Kadar Amonia Dan Nitrit Di Budidaya budidaya tambak Udang PT. Garam Kabupaten Sumenep Pasca Panen dan Keterkaitannya dengan Faktor Lingkungan Okid Parama Astirin. http://jurnal.aquaculture-mai.org/vol5no2.pdf.

Subasinghe, R., M.J. Phillips dan A.G.J. Tacon Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) http://www.fao.org/

Subagyo, IR. MSc. 2008. Bioremediasi pada Aquakultur. Bahan Mata Kuliah Bioremediasi Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro, Semarang.

http://id.wikipedia.org/

http://www.pulitzer.org/

Yudhi Soetrisno Garno. 2001. Pengembangan Industri Budidaya Udang di Budidaya budidaya tambak Kedap Air dan Beban Pencemaran Limbahnya Pada Parairan Pantai. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.3, No.5, (Agustus 2001),hal.70-76

Widiyanto, Tri. 2006. Kuartet Bakteri Bioremediasi.TEMPO Interaktif,



soal ujian bioremediasi

What is Bioremidiation?

  1. Bioremediasi adalah proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel.

  2. Bioremediasi adalah proses penggunaan organisme hidup, terutama mikroorganisme, untuk mendegradasi bahan pencemar (toksikan) lingkungan yang merugikan ketingkat atau bentuk yang lebih aman dalam hal memperbaiki / mengembalikan kondisi suatu lingkungan yang telah mengalami penurunan kualitas menjadi seperti semula sesuai dengan fungsinya masing-masing.

  3. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Hal yang baru adalah bahwa teknik bioremediasi terbukti sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa - senyawa kimia toksik atau beracun.

Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi :

  1. stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb

  2. inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus

  3. penerapan immobilized enzymes

  4. penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar

What is the “Bio”in Bioremidiation?

Bio” dalam Bioremidiasi adalah organisme hidup, terutama mikroorganisme yang digunakan dalam pemanfaatan pemecahan/ degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih sederhana dan aman bagi lingkungan tersebut. Kata “bio” juga berarti biologi yaitu organisme yang hidup dan bergantung pada kondisi lingkungan juga nutrisi. Dari pengertian dua kata tersebut bioremediasi dapat diartikan pemulihan bisa berarti kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran terjadi dengan menggunakan bantuan mikroorganisme.

Why Bioremediation, aren’t there other ways to cleanup these sites?

Banyak cara yang dapat digunakan dalam proses pengembalian fungsi lingkungan yang telah berubah yang diakibatkan oleh toksikan atau bahan pencemar lingkungan. Namun, teknik bioremediasi ini dianggap lebih mudah, cepat, murah dan efisien, Karena teknik bioremediasi ini hanya memanfaatkan organisme dalam mendegradasi toksik. Hanya dengan melakukan kulturisasi bakteri/ mikroorganisme, maka kemudian kita dapat memanfaatkan potensi dari mikroorganisme tersebut untuk mendegradasi bahan pencemar yang terdapat pada lingkungan, sehingga lama kelamaan dengan sendirinya kualitas dan fungsi lingkungan akan kembali pada kondisi normal. Secara ekonomi dan fungsi, penggunaan teknik bioremediasi harus dapat berkompetisi dengan teknologi remediasi lainnya, seperti pembakaran (insinerasi) atau perlakuan kimia. Sebelum suatu teknik bioremediasi diaplikasikan, informasi tentang keadaan lokasi dan potensi mikroorganisme harus sudah diketahui. Untuk itu perlu dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kecepatan degradasi pada suatu fungsi lingkungan tertentu seperti pH, konsentrasi oksigen, nutrien, komposisi mikroba, ukuran partikel tanah, dan juga suhu. Litchfield (1991), bioremediasi dilakukan melalui lima pendekatan berikut: bioreaktor, perlakuan fase padat, pengomposan, landfarming, dan perlakuan in situ. Berbagai proses teknologi telah berkembang di masing- masing bidang

How does it work?

Secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai limbah baik organik maupun anorganik yang akan ditangani. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah tersebut yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu tertentu dengan bakteri yang telah ditebarkan kedalam lingkungan tercemar akan menujukan lingkungan tersebut berkurang kandungan limbahnya bahkan hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.

Proses bioremediasi juga dapat dilakukan secara “bioaugmentasi” yaitu penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisme baik yang alami maupun yang sudah mengalami perbaikan sifat (improved/genetically engineered strains), dan secara “biostimulasi” yaitu suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya pemberian aerasi) agar mikroorganisme tumbuh dan beraktivitas lebih baik

Is it safe?

Proses Bioremidiasi dapat dikatakan aman bagi lingkungan maupun bagi manusia, karena proses ini tidak menyebabkan efek maupun dampak yang berbahaya bagi lingkungan asalkan dalam penggunaan dan pemanfaatan mikroorganisme ini sesuai dengan kadar, kemampuan, dan jangka waktunya dalam mendegradasi toksikan. Dan proses bioremediasi juga diatur ketentuannya oleh Kementrian Lingungan Hidup, misalnya, saat ini sudah membuat sebuah hukum yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) yang disusun dan tertuang didalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi).Produk akhir dari bioremediasi dapat berupa air terproduksi yang sudah memenuhi baku mutu lingkungan dan padatan (solid), produk yang dapat digunakan untuk bahan pembentuk batu concrete untuk bahan bangunan dan pupuk. Terkait dengan pengembangan dan pengelolaan lanskap pada area pertambangan dan area pasca tambang dapat dilakukan dengan cara reklamasi lahan dan penanaman ulang (revegetation). Untuk meningkatkan kualitas tanah pada lahan yang terdegradasi tersebut dapat dilakukan dengan penimbunan tanah organik, top soil atau tanah tambang yang telah ditreatment dengan teknik bioremediasi. Konsep ekologis yang memperhatikan hubungan antara kondisi tanah pada setiap tapak, kesesuaian lahan untuk penggunaan tanaman tertentu, pemilihan jenis tanaman lokal yang diketahui telah memiliki daya adaptasi tinggi akan menjadi kunci utama dari keberhasilan program revegetasi. Dengan demikian pengelolaan lanskap (landscape management) secara berkelanjutan pada lahan pertambangan dan lahan pasca tambang dapat dikembangkan melalui konsep perencanaan lanskap dan perancangan lanskap yang lebih baik dengan peruntukan yang sesuai dengan keinginan pemilik dan pengguna. Peruntukan tersebut bisa menuju ke penghutanan kembali, atau untuk lahan pertanian, atau untuk resor wisata alam yang diusahakan dapat mengembalikan potensi keragaman jenis biologi flora dan fauna (Arifin et al., 2004). Lahan yang sudah diolah dengan teknologi ramah lingkungan dapat dikonversi menjadi unit kegiatan bisnis lain seperti pemanfaatan lahan untuk padang golf (golf court), peternakan (ranch) dan sebagainya.

Are these processes being used today?

Sekarang ini penggunaan beragam spesies mikroorganisme untuk bioremediasi telah semakin berkembang luas dan digunakan dalam mengatasi beragam pencemar baik organik maupun anorganik, sebagai contoh telah diterapkan dalam bentuk interaksi tumbuhan-mikroorganisme (bioremediasi fito-mikrobial) misalnya penggunaan Pseudomonas putida yang berasosiasi dengan gandum (Triticum aestivum) untuk mengatasi 2,4-D dan Mesorhizobium huakuii dengan Astragalus sinicus untuk mengatasi cemaran Cd . Serta usaha menjaga kualitas air oleh pembudidaya dapat dilakukan dengan tetap mengacu bioremediasi, seperti mengkombinasikan sistim penyaringan pasir lambat dengan biofilter. Biofilter pada skala yang besar dapat diwujudkan dalam bentuk lahan basah (wetland) alami, semi alami, dan buatan (constructed wetland).

What does the future have in store?

Dimasa yang akan datang, persyaratan kriteria keamanan dan kenyamanan lingkungan dari toksikan haruslah jelas dan tegas serta sudah semestinya merujuk pula pada kepentingan konsumen (manusia), termasuk di dalamnya adalah aplikasi yang dianjurkan untuk bioremidiasi (jangka waktu penggunaan dan kadar mikroorganisme). Dengan demikian, kriteria baku mutu lingkungan akan selalu aman bagi manusia dan lingkungan sekitar. Peluang kedepan adalah pengembangan green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi dengan system one top solution (close system) dan dengan pendekatan multi-proses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi lingkungan seperti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran terjadi. Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan rehabilitasi lahan dengan melakukan kegiatan phytoremediasi dan penghijauan (vegetation establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi, mengkonrol atau bahkan mengeliminasi limbah berbahaya, hasil bioremediasi kepada tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan.


Jumat, 11 Juli 2008

Matrik RKL

MATRIK RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Komponen Lingkungan hidup yang Dipantau

Parameter Komponen Lingkngan Hidup

Indikator Komponen Lingkungan Hidup

Sumber Dampak

Tujuan Pemantauan

Rencana Pemantauan Lingkungan

Intitusi Pemantauan Lingkungan Hidup

Metode Pengumpulan data

Lokasi Pemantauan

Penanggung jawab Pembiayaan

Periode Pemantauan

Metode Analisis

Pelaksanan

pengawas

pelapor

Pra Konstruksi

Survey Lapangan

keresahan masyarakat

ada tidaknya protes atau sikap menolak dari masyarakat selama kegiatan survey berlangsung

kegiatan survey lapangan

memantau agar kegiatan lapangan dan investigasi sebagai persiapan perencanaan proyek dapat terlaksana dengan baik dan tidak ada kesalahpahaman antara masyarakat dan pemrakarsa proyek

Melakukan dialog/wawancara dengan tokoh masyarakat dan aparat desa, serta Muspika setempat dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan survey lapangan, serta survey langsung ke lapangan

Pada lokasi dimana kegiatan survey tersebut akan dilakukan

Pemrakarsa

selama kegiatan survey berlangsung dengan frekuensi pemantauan setiap kali pelaksanaan survey

melalui analisis kuantitatif dari hasil wawancara secara langsung dengan masyarakat sekitar proyek.

  • Pemrakarsa

  • Aparat Desa setempat


  • Dinas Lingkungan Hidup

  • Muspika Setempat


Bupati

Sosialisasi Masyarakat

keresahan masyarakat

ada tidaknya protes/keluhan dan kritikan masyarakat selama kegiatan sosialisasi masyarakat berlangsung

kegiatan sosialisasi masyarakat

memantau kegiatan sosial masyarakat agar tidak terjadi keresahan masyarakat yang mengarah pada konflik sosial serta mencegah ketidakpuasan masyarakat di sekitar lokasi proyek

Melakukan dialog/wawancara dengan masyarakat sekitar prroyek yang terkena damapka langsung maupun yang tidak terkena dampak langsung, tokoh masyarakat aparat Desa, serta Muspika setempat dan instansi terkait untuk melihat adanya masukan dan inspirasi mesyarakat terkait dengan rencana pengembangan proyek

Pada lokasi di wilayah studi

Pemrakarsa

selama kegiatan sosialisasi berlangsung

analisa kualitatif kuantitatif dari hasil wawancara secara langsung dengan masyarakat sekitar proyek

  • Pemrakarsa

  • Aparat Desa setempat


  • Dinas Lingkungan hidup

  • Muspika setempat


Bupati

TAHAP KONSTRUKSI

Kerusakan Jalan dan Bangunan

kerusakan ruas jalan dan bangunan

jumlah kerusakan jalan

kegiatan mobilisasi alat berat dan material

memantau upaya menghindari kemacetan kerusakan jalan dan bangunan di sekitar jalan raya

Pengamatan langsung di lapangan dan melakukan perhitungna jumlah dan frekuensi mengirim material dan peralatan serta menghitung ada tidaknya perubahan kinerja jalan

Ruas jalan yang menjadi akses truk pengangkut alat berat dan material dan sekitarnya, serta pada radius pengamatan 500 m – 1.000 m.


Pemrakarsa

Pemantau dilakukan selama kegiatan mobilitas alat dan material berlangsung dan setiap 3 bulan sekali terhadap kondisi lau-lintas yang ada

analisa deskriptif, kualitatif dan kuantitatif

  • Pemrakarsa

  • Kontraktor Pelaksana


Dinas Perhubungan

Bupati

Keresahan Masyarakat

keresahan masyarakat

ada tidaknya protes/keluhan dan kritikan masyarakat selama kegiatan truk pengangkut alat berat dan material berlangsung

kegiatan mobilisasi alat berat dan metrial

memantau kegiatan mobilisasi alat berat dan material agar tidak terjadi keresahan masyarakat yang mengarah pada konfik sosial serta mencegah ketidakpusan masyarakat di sekitar proyek

Melakukan dialog/wawancara dengan masyarakat sekitar proyek yang terkena dampak langsung maupun yang tidak terkena dampak langsung, tokoh masyarakat aparat Desa, serta Muspika setempat dan instansi terkait untuk melihat adanya masukan dan aspirasi masyarakat terkait dengan rencana proyek

Pada lokasi di wilayah studi

Pemrakarsa

Pemantauan dilakukan selama kegiatan mobilisasi alat berat dan material

melalui analisa kualitatif dan kuantitatif dari hasil wawancara sacara langsung dengan masyarakat sekitar proyek

  • Pemrakarsa

  • Aparat Desa setempat

Dinas Lingkungan Hidup

Bupati

Kesempatan Kerja


adanya peluang kesempatan kerja

jumlah tenaga kerja setempat yang terlibat dan digunakan dalam proyek

mobilisasi tenaga kerja

memantau sistem rekruitmen tenaga kerja yang terlibat pada tahap pembangunan proyek serta mendeteksi sedini mungkin tenaga kerja lokal yang terserap dalam proyek

Pengumpulan data sekunder dari pelaksana rencana kegiatan (kontraktor) maupun wawancara dengan manajer proyek dan aparat Desa setempat tentang sistem rekrutmen tenaga kerja yang dilewati kantor Desa

tapak proyek

Pemrakarsa

Pemantauan dampak dilakukan selama kegiatan mobilisasi tenaga kerja


analisis deskripsi kuantitatif dan kualitatif

  • Pemrakarsa

  • Aparat Desa setempat

Dinas Lingkungan Hidup

Bupati

Kebisingan


tingkat kebisingan diukur dalam dBA

Sesuai SK Menkes 781 / 1987

kegiatan pembersihan lahan

menjaga agar kebisingan tidak melebihi baku mutu kualitas udara yang disyaratkan

Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung kualitas udara di lapangan

Pemantauan lapangan dilakukan pada areal Pembersihan Lahan dan sekitar lokasi proyek termasuk pada pemukiman penduduk

Pemrakarsa

Pemantauan kebisingan dilakukan selama kegiatan Pembersihan Lahan berlangsung

Kebisingan = Sound Level Meter

Pemrakarsa


  • Dinas Lingkungan Hidup

  • Dinas Pekerjaan Umum

Bupati

TAHAP OPERASIONAL













Penurunan Kualitas Udara


kualitas udara

SO2 = 0,1 ppm

CO = 20 ppm

NOx = 0,05 ppm

Pb = 0,06 ppm

Debu = 0,26 ppm

Operasional Pelabuhan Perikanan


menjaga agar kandungan debu dan gas tidak melebihi baku mutu kualitas udara yang disyaratkan

Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan.


areal Kegiatan Operasional Pelabuhan Perikanan

Pemrakarsa

dilakukan selama kegiatan Operasional Pelabuhan Perikanan dan kualitas udara disampling setiap 6 bulan saat kegiatan berlangsung

Baku Mutu Kualitas Udara Ambient

Pemrakarsa


Dinas Lingkungan Hidup

Bupati

Air Limbah


peningkatan volume air limbah

berdasarkan Baku Mutu Kualitas Air Permukaan sesuai dengan PP No 82 tahun Pengendalian Pencemaran Air

Operasional Pelabuhan Perikanan

mementau sistem penanganan air limbah dari Operasional Pelabuhan Perikanan dan Domestik

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dilapangan dan pengukuran kualitas air limbah dan air permukaan yang dekat dengan Pelabuhan Perikanan

Pada lokasi MCK maupun IPAL yang direncanakan.


Pemrakarsa

Selama Operasional Pelabuhan Perikanan berlangsung. Pengamatan kualitas air limbah dan air permukaan dilakukan maksimum setiap 3 bulan sekali


Metode Analisis Pemantauan menjadi tanggungjawab pemrakarsa proyek

Pemrakarsa


Dinas Lingkungan Hidup

Bupati

Perubahan Mata Pencaharian

perubahan mata pencaharian

ada tidaknya perubahan mata pencaharian yang sesuai terhadap masyarakat

operasional Pelabuhan Perikanan Teluk Asin

memantau kegiatan operasional Pelabuhan Parikanan Teluk Asin agar tidak terjadi perubahan mata pencaharian yang merugikan masyarakat

Melakukan dialog/wawancara dengan masyarakat sekitar proyek yang terkena dampak langsung maupun yang tidak terkena dampak langsung, tokoh masyarakat aparat Desa, serta Muspika setempat dan Instansi terkait untuk melihat adanya masukan dan aspirasi

Pada lokasi di wilayah studi

Pemrakarsa

selama kegiatan operasional Pelabuhan Perikanan Teluk Asin berlangsung dengan frekuensi pemantauan setiap 6 bulan sekali

melalui analisa kualitatif kuantitatif dari hasil wawancara secara langsung dengan masyarakat sekitar proyek

  • Pemrakarsa

  • Aparat Desa setempat


  • Dinas Lingkungan Hidup

  • Muspika setempat


Bupati

Gangguan Kamtibmas


gangguan keamanan

ada tidaknya tindak pencurian dan konflik di Pelabuhan Perikanan dengan masyarakat sekitar

Operasional Pelabuhan Perikanan

memantau agar operasional Pelabuhan Perikanan Teluk Asin dapat dikelola dengan baik dan menghindari adanya pencurian serta konflik tenaga kerja dengan masyarakat sekitar

Pengumpulan data dengan sistem wawancara dengan kontraktor dan masyarakat sekitar proyek

tapak proyek

Pemrakarsa

Pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali

analisa deskriptif kuantitatif dan kualitatif

Pemrakarsa

  • Aparat Kepolisian setempat

  • Aparat Desa

  • Muspika setempat


Bupati

Berkurangnya Hasil Laut

berkurangnya hasil laut

keanekaragaman biota perairan

operasional bangunan air, pengerukan kolam dan alur pelayaran

memantau agar kegiatan operasional bangunan air, pengerukan kolam dan aluur pelayaran menjadikan hasil tangkapan tidak menurun drastis

Melakukan dialog/wawancara dengan tokoh masyarakat dan aparat Desa, serta Muspika setempat, serta survey langsung ke lapangan saat kegiatan berlangsung

wilayah desa yang bersangkutan

Pemrakarsa

Pemantauan dilakukan selama kegiatan berlangsung setiap 6 bulan

analisa kualitatif kuantitatif

  • Pemrakarsa

  • Kontraktor Pelaksana

  • Aparat Desa setempat


  • Dinas Lingkungan Hidup

  • Muspika Setempat


Bupati

Kecemburuan Sosial


kecemburuan sosial

bentuk-bentuk konflik yang terjadi pada masyarakat terutama masyarakat yang tidak diuntungkan dengan adanya transportasi dan bongkar muat

transportasi dan bongkar muat

memantau bentuk-bentuk kecemburuan sosial dan untuk mencegah agar tidak terjadi konflik pada masyarakat yang berkepanjangan

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan tokoh masyarakat sekitar, aparat Desa dan Muspika

sekitar Pelabuhan Perikanan

Pemrakarsa

Pemantauan dampak dilakukan selama kegiatan transportasi dan bongka muat berlangsung

analisa deskriptif kuantitatif dan kualitatif

  • Pemrakarsa

  • Aparat Desa

  • Muspika

Dinas Lingkungan Hidup

Bupati

Kesempatan Kerja

peluang kesempatan kerja

jumlah tenaga kerja setempat yang terlibat dan digunakan dalam transportasi dan bongkar muat

transportasi dan bongkar muat berlangsung

memantau sistem rekruitmen tenaga kerja yang terlibat pada tahap pembangunan proyek serta mendeteksi sedini mungkin tenaga kerja lokal yang terserep dalam transportasi dan bongkar muat

Pengumpulan data sekunder dari pemrakarsa maupun wawancara dengan aparat Desa setempet tentang sistem rekruitmen tenaga kerja yang dilewatkan kantor Desa

tapak proyek

Pemrakarsa

Pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali selama transportasi dan bongkar muat berlangsung

analisa deskriptif kuantitatif dan kualitatis

Pemrakarsa


  • Dinas Tenaga Kerja

  • Aparat Desa

Bupati